Majalah online - Jakarta, Untuk bisa menikmati fasilitas jet pribadi, orang-orang kaya di Indonesia harus memenuhi ketentuan. Meskipun namanya jet pribadi, secara formal pesawat-pesawat itu tak boleh dimiliki perorangan melainkan atas nama badan hukum atau perusahaan.
Kepala Bagian Hukum dan Humas Ditjen Perhubungan Udara, Kemeterian Perhubungan Israfulhayat mengatakan, dalam regulasi di Indonesia, yang boleh memiliki pesawat itu sejatinya adalah badan hukum atau tidak boleh pribadi.
"Jadi dia harus punya badan hukum. Semuanya terkait disitu, tidak hanya pesawatnya, tapi organisasi yang mengoperasikan itu siapa, siapa yang bertanggung jawab, perawaatan bagaimana itu dalam suatu badan. Pesawat itu satu badan," katanya kepada detikFinance, Rabu (18/4/2012)
Ia menjelaskan, secara tak langsung, seseorang atau secara pribadi boleh punya pesawat pribadi tetapi bukan sebagai operator pesawat udara.
"Jadi artinya kalau dia sendiri pakai tidak efektif pesawat itu, paling paling pakai berapa kali sih. Kita tidak menampung individual memegang pesawat, pesawat itu dimungkinkan dipake hal-hal yang kurang positif," katanya.
Dalam pelaksanaanya si pemilik pesawat tak usah repot-repot mengelola pesawat pribadinya. Lewat operator, sang empunya hanya tinggal pesan kapan dia harus menggunakan fasilitas jet tersebut.
"Misalnya register-nya titipkan ke Garuda, nah nanti kalau mau pergi tinggal bilang, jadi si Garuda ini yang mengelola, perawatannya, teknisinya, pilotnya itu semua disana," katanya.
Sehingga kepemilikan jet pribadi tak seperti orang memiliki kendaraan mobil maupun motor. Dalam pengoperasiannya, sang pemilik seolah-olah menjadi pemberi sewa kepada operator udara. Sehingga mau tidak mau jet-jet pribadi ini harus memiliki operator karena terkait dengan harga jualnya jika akan dijual kembali.
"Misalnya saya beli pesawat jet pribadi nih, milik boleh, nggak bisa diapa-apain cuma dipegang-pegang. Saya titip di Manunggal Air misalnya, seolah-olah si manunggal ini sewa ke saya, jadi ospek pesawatnya dimasukan ke AOC manunggal atau Bali AIr, walaupun kepemilikannya punya saya," jelasnya.
Ia mencontohkan PT Gudang Garam yang kini punya 5 helikopter 1 jet yang bernaung dalam badan hukum diberikan izin sebagai operasi pesawat udara. Semuanya itu izinya dikeluarkan dari kementerian perhubungan.
"Soal ketentuan fisik pesawat, yang penting asal dia layak terbang, kan punya standar sendiri. Ada juga yang menitipkan di cargo, fedex, DHL," katanya.
Menurutnya walaupun ini pesawat pribadi, maintenance perawatan termasuk suku cadang pesawat itu harus lengkap semuanya. Hal ini lah mengapa seorang pengusaha kaya tak ujug-ujug memiliki secara pribadi namun harus dikelola oleh operator maskapai udara.
"Nah sekarang itu yang kita kejar kita kejar bagaimana maintenance. Jadi memiliki itu boleh tapi pengoperasiannya harus memiliki badan hukum," tegasnya.
Kepala Bagian Hukum dan Humas Ditjen Perhubungan Udara, Kemeterian Perhubungan Israfulhayat mengatakan, dalam regulasi di Indonesia, yang boleh memiliki pesawat itu sejatinya adalah badan hukum atau tidak boleh pribadi.
"Jadi dia harus punya badan hukum. Semuanya terkait disitu, tidak hanya pesawatnya, tapi organisasi yang mengoperasikan itu siapa, siapa yang bertanggung jawab, perawaatan bagaimana itu dalam suatu badan. Pesawat itu satu badan," katanya kepada detikFinance, Rabu (18/4/2012)
Ia menjelaskan, secara tak langsung, seseorang atau secara pribadi boleh punya pesawat pribadi tetapi bukan sebagai operator pesawat udara.
"Jadi artinya kalau dia sendiri pakai tidak efektif pesawat itu, paling paling pakai berapa kali sih. Kita tidak menampung individual memegang pesawat, pesawat itu dimungkinkan dipake hal-hal yang kurang positif," katanya.
Dalam pelaksanaanya si pemilik pesawat tak usah repot-repot mengelola pesawat pribadinya. Lewat operator, sang empunya hanya tinggal pesan kapan dia harus menggunakan fasilitas jet tersebut.
"Misalnya register-nya titipkan ke Garuda, nah nanti kalau mau pergi tinggal bilang, jadi si Garuda ini yang mengelola, perawatannya, teknisinya, pilotnya itu semua disana," katanya.
Sehingga kepemilikan jet pribadi tak seperti orang memiliki kendaraan mobil maupun motor. Dalam pengoperasiannya, sang pemilik seolah-olah menjadi pemberi sewa kepada operator udara. Sehingga mau tidak mau jet-jet pribadi ini harus memiliki operator karena terkait dengan harga jualnya jika akan dijual kembali.
"Misalnya saya beli pesawat jet pribadi nih, milik boleh, nggak bisa diapa-apain cuma dipegang-pegang. Saya titip di Manunggal Air misalnya, seolah-olah si manunggal ini sewa ke saya, jadi ospek pesawatnya dimasukan ke AOC manunggal atau Bali AIr, walaupun kepemilikannya punya saya," jelasnya.
Ia mencontohkan PT Gudang Garam yang kini punya 5 helikopter 1 jet yang bernaung dalam badan hukum diberikan izin sebagai operasi pesawat udara. Semuanya itu izinya dikeluarkan dari kementerian perhubungan.
"Soal ketentuan fisik pesawat, yang penting asal dia layak terbang, kan punya standar sendiri. Ada juga yang menitipkan di cargo, fedex, DHL," katanya.
Menurutnya walaupun ini pesawat pribadi, maintenance perawatan termasuk suku cadang pesawat itu harus lengkap semuanya. Hal ini lah mengapa seorang pengusaha kaya tak ujug-ujug memiliki secara pribadi namun harus dikelola oleh operator maskapai udara.
"Nah sekarang itu yang kita kejar kita kejar bagaimana maintenance. Jadi memiliki itu boleh tapi pengoperasiannya harus memiliki badan hukum," tegasnya.