SHANGHAI, CHINA- Para ilmuan China telah mendemonstrasikan bagaimana arsenik mampu menghancurkan kanker darah (leukemia) yang mematikan dengan mencari target dan membunuh protein spesifik dari sel kanker yang masih hidup. Arsenik sendiri merupakan senjata pembunuh favorit dyang dipergunakan di abad pertengahan. Racun ini pula yang digunakan Intelegen untuk membunuh Munir, aktivis HAM Indonesia di atas pesawat Garuda menuju Den Haag, Belanda beberapa waktu lalu.
"Studi kami menunjukkan bagaimana arsenik secara langsung menargetkan protein dan membunuh mereka (sel kanker, red)," kata Zhang Xiaowei, peneliti Laboratorium Medis Genomika di Shanghai, Cina, kepada Reuters.
Menariknya, terapi kanker menggunakan arsenik ini sangat berbeda dengan kemoterapi. Sebab, efek sampingnya sangat rendah terhadap penderita dalam memperlakukan promyelocytic leukemia akut. Arsenik juga tidak menyebabkan rambut rontok atau menekan fungsi sumsum dalam tulang. "Kami tertarik juga untuk mengetahui bagaimana arsenik dapat digunakan pada kanker lain," tambah Zhang.
Arsenik sudah terkenal luas efek toksisitasnya, bahkan di masa lalu, Arsenik dianggap sebagai rajanya racun karena bisa digunakan untuk senjata pembunuh karena gejala-gejalanya sering tidak terdeteksi. Pada korban yang terkena arsenik, biasanya hanya merasa mual, muntah-muntah atau seperti terserang kolera. Di China, arsenik dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan, seperti umumnya untuk sengaja membunuh atau bunuh diri, namun pengobatan tradisional juga sudah mengenal arsenik selama 2.000 tahun lalu dengan berbagai penyembuhan penyakit.
Penelitian arsenik terhadap kanker darah (leukemia) ini sebenarnya dimulai pada tahun 1992. Pada tahun itu, sekelompok dokter peneliti di China melaporkan bagaimana mereka menggunakan arsenik untuk Acute Promyelocytic Leukemia (APL), kanker darah, dan kanker sumsum tulang. Dalam penelitian itu disebutkan bahwa arsenik mampu memberikan kesembuhan sebanyak 90 persen terhadap penderita.
Hanya saja, penelitian di masa itu belum menemukan cara kerja arsenik sebenarnya dan bagaimana interaksi racun mematikan itu terhadap sel kanker, sampai Zhang dkk --sebagai generasi baru menemukan teknologi modern untuk menemukan cara terbaru yang lebih efektif.
Dalam makalah yang diterbitkan di jurnal Science, Zhang dan timnya, yang mencakup Menteri Kesehatan Chen Zhu, menggambarkan bagaimana mereka menggunakan peralatan modern dan melihat bagaimana arsenik menyerang protein tertentu yang seharusnya dapat menjaga kanker hidup dan sehat.
"Ini menunjukkan bagaimana teknologi Barat dapat digunakan untuk mengetahui tentang misteri pengobatan Cina. "Meskipun banyak negara sekarang menggunakan arsenik untuk mengobati APL, beberapa negara yang tahan terhadap gagasan itu. Itu tergantung banyak pada apakah dokter merekomendasikan hal ini dan apakah pasien menerimanya," kata Zhang lagi.
Pada kasus APL, ada penurunan produksi normal sel darah merah dan platelet, sehingga anemia dan trombositopenia. Sumsum tulang tidak mampu memproduksi sel darah merah yang sehat. Sampai tahun 1970, APL adalah penyakit yang snagat fatal dan tidak ada pengobatan yang efektif. Penderita APL di seluruh dunia, termasuk Indoensia hampir 100 persen meninggal. Saking tragisnya, berbagai cerita sastra seperti novel, cerpen atau cerbung di berbagai majalah dan buku-buku sastra, sering menceritakan kisah-kisah penderita APL yang tak sanggup melawan dahsyatnya serangan kanker, yang seluruhnya berakhir pada kematian. Penemuan baru dari para ilmuan China ini menjadid harapan baru bagi para penderita APL atau Leukemia di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
"Hasil klinis arsenik dalam memperlakukan APL sangat ampuh. Lebih dari 90 persen pasien APL di Cina (setidaknya) dalam lima tahun terakhir ini sudah hidup bebas penyakit," kata Zhang.
Dalam komentar yang terpisah di Ilmu, Scott Kogan di University of California, San Francisco Cancer Center menulis bahwa seleksi kasus yang tepat dan terapi kombinasi dengan arsenik dapat menyebabkan hasil yang lebih baik untuk mengobati tidak hanya leukimia promyelocytic, tetapi penyakit lain juga.
"Jika demikian, obat kuno, dihidupkan kembali melalui studi klinis dan biologis berhati-hati dalam zaman modern, akan berdampak lebih besar terhadap kesehatan manusia," tulis Kogan, yang tidak terkait dengan studi China ini.(fuz/jpnn)
sumber: jpnn.com