Minggu, 26 September 2010

Mayat Tanpa Kafan



Ternyata harga nyawa manusia masih lebih berharga dari bangkai seekor anjing yang tertabrak kendaraan motor dijalan raya. Jika mayat seekor anjing berada ditengah jalan dipastikan ada sukarelawan yang menyingkar mayat tersebut ke pinggir jalan bahkan tidak jarang ada yang bersedia menguburnya.

Bagaimana dengan sikap manusia yang kini menyemut di pertambangan illegal olat Labaong ? Nyawa seakan sebuah boneka yang tidak perlu diratapi. Manusia yang kini telah menjadi jasat merupakan pemandangan biasa, bahkan jika ditemukan dikubur kembali agar segera membusuk dan tidak bisa dikenali. Mayat tanpa kain kafan  sebutan pas bagi jasat terkubur tanpa identitas.

Kilaunya emas olat Labaong dan kisah premanisme yang melindungi illegal logging menjadi penyebab utama nyawa manusia tidak lebih berharga dari sebutir emas. Masyarakat lokal yang keluarga hilang dan raib tanpa kabar beritapun sengaja menyembunyikan informasi demi kelanjutan mendapatkan emas yang begitu melimpah.

Penguasa tambang yang dikenal dengan Panitia tidak lebih dikuasai oleh lima orang, namun dengan kekuatan uang mereka bisa meneror siapapun jika berani menganggu aktivitas pertambangan illegal tersebut. Bahkan tidak segan-segan mengintimidasi penambang agar tidak membocorkan betapa busuknya aroma mayat yang ada di pertambangan olat labaong.

Pertambangan emas olat labaong merupakan surga baru untuk mendapatkan kekayaan dalam waktu singkat meskipun nyawa menjadi taruhannya. Bagaimana tidak, dalam sehari uang yang berputar diseputar olat Labaong menacapai Rp.20 Milyar. Dilokasi yang sama sekitar 20 orang pembeli yang menyediakan uang cash siap menyalurkan dana sebesar Rp1 Milyar/pembeli setiap harinya. 

Bisa dibayangkan dalam waktu sebulan perputaran uang di olat labaong bisa mencapai Rp600Milyar. Angka ini jauh lebih besar dibandingkan dengan Pendapatan Asli Sumbawa (PAD)  tahun 2010 yang diperkirakan mencapai Rp.41 Milyar. Bahkan angka ini melebih PAD seluruh Kab/Kota bahkan provinsi NTB tahun 2010 yang hanya berkisar Rp.378 Milyar.

Mayat tanpa kafan saat ini masih dianggap persoalan biasa oleh penentu kebijakan lokal termasuk oleh Pemkab Sumbawa. Bahkan Pemkab Sumbawa tidak mempunyai akses untuk mengetahui secara persis berapa mayat tanpa kain kafan yang saat ini tertimbun dalam perut olat labaong. Cepat atau lambat semua akan terungkap dan dipastikan tragedy labaong akan menjadi tragedy kejahatan kemanusiaan terbesar yang terjadi pada tahun 2010.

Media massa, LSM dan Ormas yang biasanya bersuara lantang kini hilang seakan ditelan bumi. Mereka tahu apa yang terjadi di olat labaong, namun secara kolektif bak dihipnotis diam seribu bahasa.

Olat Labaong seakan menjadi Negara dalam Negara, hukum positif dalam Negara berdaulat bernama Indonesia tidak berlaku lagi. Pemkab Sumbawa dan aparat kepolisian sama sekali tidak bernyali mengungkap aroma busuk yang kini menyebar diseputar Labaong. Tidak diketahui persis apakah aparat Negara ini menjadi bagian scenario besar untuk mengamankan perputaran uang Rp20Milyar perhari tersebut. Yang pasti semua sakit gigi tidak ada yang bersuara, bahkan mereka coba merekayasa informasi sesuai keinginan penguasa tambang yang menyebut dirinya Panitia tambang.

Ironis…cepat atau lambat mayat-mayat tersebut akan memberontak dan Labaoang menjadi arena pembantaian manusia terbesar yang dilakukan secara sistematis dalam abad 21 ini. Dunia harus tahu!

Sumber .. Sumbawanews.com 

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Web Hosting Bluehost